Kamis, 05 Agustus 2010

Ketakutanku....



Baru saja saya berkenalan dengan seseorang, ia telah menjadi guru selama 18 tahun, ia bukan guru tetap di sekolah, tentu saja bukan pula PNS.

Dua bulan yang lalu, anaknya telah masuk ke Pondok Modern Gontor. Saya sangat tersentuh dan haru mendengarnya bangga bercerita dan menjadi bagian dari keluarga besar Gontor. kemanapun ia pergi, majalah gontor selalu ia tenteng, ia berharap akan ada orang yang bertanya tentang gontor kepadanya.

"saya punya kewajiban untuk menjelaskan tentang Gontor kepada semua orang". katanya mantab.

Ia bercerita tentang berbagai model sekolah, negeri, swasta, RSBI, SBI hingga model pesantren yang ada disekitarnya yang bukan hanya tidak dapat ia jangkau biayanya, tetapi tak ada sekolah yang mampu menjawab keinginannya.

Lalu kemudian ia melakukan sharing dengan seorang ustadz yang mempunyai pengetahuan tentang ke gontor an, ia kemudian memberanikan diri untuk silaturahim dan datang langsung ke gontor. ia pun tersadar bahwa ternyata selama bertahun tahun ia memperoleh informasi yang keliru tentang gontor.

Pertama. masuk gontor sulit, ternyata tidak benar, karena anaknya dapat dengan mudah masuk kesana,

Kedua, masuk gontor MAHAL, ternyata tidak juga, bandingkan dengan sekolah swasta yang biaya masuknya saja mencapai Rp. 27 Juta, SPP nya Rp. 3 Juta perbulan. gontor mungkin hanya 10 % nya saja.

Pembicaraan kami akhirnya berlanjut juga ke 'persoalan sekolah' yang lain.... apa itu?.... apa lagi kalu bukan urusan Gaji.

Walau saya bukan termasuk yang meremehkan wanita, tetapi kelelakian saya sangat terusik ketika membicarakan besaran jumlah uang yang dapat kubawa pulang. aku termasuk kedalam golongan orang yang bergaji dibawah istri, padahal istriku juga seorang guru.

Memang betul, Depok itu nempel dengan ibu kota jakarta. logikanya adalah profesi guru semestinya sejajar dengan profesi yang lain, tetapi kenyataanya tidaklah demikian, guru memiliki penghasilan yang sangat minim. penghasilan guru secara keseluruhan hanya berkisar 300 hingga 800 ribu, hanya beberapa sekolah yang bisa menggaji guru diatas satu juta, jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Parahnya lagi, gaji itu dihitung berdasarkan status, guru tetap atau guru terbang (honor), jika guru tetap berpenghasilan hanya segitu, bagaimana jika ia hanya menjadi guru terbang (honor)?

Sekarang saya jadi berfikir, bagaimana dengan pendidikan anak-anak saya dimasa mendatang? bagaimana dengan rumah idaman saya? bagaimana dengan ekonomi saya secara keseluruhan?

Walaaah.... sahabat saya yang baru ini menyerang ke -optimis-an saya menatap masa depan, keyakinan saya terhadap ke-guru-an sebagai sebuah profesi jadi gamang....

Apa iya 10 tahun lagi saya masih menjadi guru yang penghasilannya hanya sejumlah ini?, apa iya saya rela mengorbankan kepentingan saya sendiri demi martabat dan tanggungjawab moral sebagai seorang guru?

Sahabat baru saya punya satu keinginan dari tahun ketahun ditempatnya mengajar yang ia pendam, yaitu keinginan dipanggil oleh pimpinan tempatnya bekerja dan ditanya;

"Pak, bersediakah Bapak menjadi Guru tetap disekolah ini?".

lalu ia akan menjawab;

"Tidak, biarlah saya tetap menjadi guru honor", "Karena gaji guru tetap tidak lebih baik dari guru honor". katanya mantap.

Sekali lagi, saya merasa ditampar olehnya......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar